Komunikasi dan Arsitek [ 1 ]


Arsitektur dan seni berjalan pada setiap perubahan waktu dan tumbuh dalam kebersamaan dengan kebudayaan, dan salah satu yang terpenting adalah daya cipta yang berdaya, yaitu  memberikan kemampuan dalam proses kebersamaan antara arsitek dan pemberi kesempatan. Dalam perkembangan berfikir masyarakat dalam pengalamannya membuktikan bahwa semakin tinggi pengalaman berolah seni dalam kebiasaan-kebiasan, akan memberikan “bingkai tradisi berfikir” yang cenderung mapan. Ekspresi kebudayaan dalam makna visualsm memperkuat sikap masyarakat untuk tidak berpaling pada alternatip cipta baru dari para pihak yang mempunyai gagasan realism pada masa itu, sekalipun telah diusahakan dalam persikap pikir lebih menyeluruh dari kepentingan masing-masing. 

Pengalaman berkarya arsitektur dalam kancah pekerjaan tidak dapat memberikan cara maksimal dalam pencapaian maksud yang ditangkap, dan lebih mengutamakan kecepatan visualisasi katimbang percepatan dengan kemajuan langkah berfikir yang arsitektural. Kesewenangan dan kemenangan sang idealitas memberikan tingkatan porsi yang semakin timpang antara sumber gagasan, penangkap maksud dan pengolah ujud. Ada juga kemajuan berfikir tidak memberikan nominative maksud, sehingga  untuk mencapai kesatuan tekad bersikap saling bergantung.

Ada banyak penyadaran dalam proses berasitektur, misalnya dalam komunikasi yang mengarah pada pemaknaan akhir yaitu visual. Dalam proses berkomunikasi tersebut untuk mengubah proses pembahasaan lisan kedalam ‘pembahasaan’ bentuk sering terjadi perterjemahan yang memakan waktu sangat panjang dan penjelasan-penjelas penuh kiasan transenden, yang pada akhirnya proses visualisasi mengalami pergeseran makna sebagai proses menggurui. Tentunya hal tersebut membuahkan  kekerdilan berarsiektur dalam masyarakat, sebab pohon arsitek membangun diri diatas kemampanan batu karang.
Fakta kearsitekturan secara klasikal terlihat pada hubungan arsitek dan artefak yang dirancang yang diolah dengan ideologi dan testemen individual perancangnya  dari pada berdasarkan pada interaksi antar personal dan lingkungan yang dihadapi. Roert Gutman (1972)mengatakan tentang teori arsitektur :

          ‘…Seperangkat prinsip yang memandu arsitek dalam mengambil keputusan mengenai masalah yang komplek yang muncul dalam usaha menerjemahkan tuntutan desain menjadi bangunan.

Kecenderungann ini memaknai bahwa teori arsitektur leh\bih mengutamakan suatu sistem logika yang menggambarkan keter-kaiatan komponen lingkungan dari pada pengalaman manusia. Dan jika pengalaman mendominasi dalam proses beraritektur, maka yang lebih berperan adalah pengalaman pribadi arsitek. Fokus teori arsitektur mengarahkan pada persoalan perubahan dan perkembangan serta keputusan disain harus memper-timbangkan manusia sebagai spririt entity (entitas jiwa), bukan physical entity (entitas fisik), agar proses desain mencapai sasaran yang dituju.

Dosen Slamet Anambyah STArs.

Comments

Popular posts from this blog

Studio perancangan Arsitektur 3

Sketsa Gambar Teknik

Kuliah Kerja Lapangan ( college field work ) Report [6]