novi maulana news

Kuliner merupakan salah satu warisan budaya yang sangat beragam di negeri tercinta kita, salah satunya adalah Miedes Pundong. Miedes merupakan singkatan dari kata 'bakmi pedes'. Kuliner ini berasal dari Kecamatan Pundong, Kabupaten Bantul, tepatnya berada di Desa Srihardono. Miedes tidak sengaja ditemukan oleh warga Pundong sekitar tahun 1960 an. Awal mulanya, ada warga yang membuat kerupuk yang berbahan dasar tepung tapioka atau tepung ketela. Pada jaman dulu dibantu oleh ibu-ibu sekitar rumah untuk mengirisi kerupuk yang setengah jadi. Sebagai 'upah' mereka membawa pulang sisa-sisa irisan kerupuk tersebut dan diolah/ dimasak menjadi miedes dengan menambahkan bumbu rempah dan sayuran. Dan sampai saat ini bahkan miedes sudah dijual di berbagai tempat khususnya di daerah Bantul. Miedes berbeda dengan kebanyakan mie yang dibuat dari tepung terigu, bahan baku miedes menggunakan tepung ketela/ tapioka. Ukurannya lebih besar karena dibuat dengan cara diiris bukan digiling. M

#Gempa Mag:2.9, 26-Aug-2024 20:34:14WIB, Lok:8.71LS, 110.26BT (88 km BaratDaya GUNUNGKIDUL-DIY), Kedlmn:17 Km #BMKG Malam ini sekitar pukul 20.34 Gempa terjadi. Saat terjadi gempa tersebut saya sedang tiduran tengkurap di kasur, dan anak saya yang ragil sedang tiduran juga di samping saya, sedangkan anak saya yang mbarep sedang asik nonton film di komputer. Awalnya saya kira ada suara dari luar, seperti mobil sedang lewat,. namun seketika saya sadar karena kaca jendela ikut bergetar kencang. spontan saya langsung beranjak bangun dan menggapai anak ragil saya sembari berteriak memberi perintah kepada anak yang mbarep " sa,.. keluar sa....".  Terdengar juga suara tetangga berteriak " Gempa ". Orang orang sudah berhamburan keluar rumah dan untungnya gempa segera berhenti. Dalam Benak saya, saya teringat dengan informasi berita tentang waspada bencana gempa megatrush pada laman X   Georitmus, dan benar kali ini kita harus waspada. semoga ini bisa sedikit membantu dala

Pagi ini setelah aku pahami dengan jujur tentang kedewasaan diri yang merayap dalam situs metropolitan duniawi, kemudian aku terdiam sejenak. Dalam diamku itu, terpikirkan tentang begitu gampangnya mereka mendapatkan manisnya dunia. Begitu nikmat hidup mereka karena berkuasa dan memiliki semua yang tidak aku miliki. Sungguh nikmat dan bahagia rasanya. Adilkah ini? Jika melihat dari sisi pandangan dari sini memang tidak adil. Akan tetapi aku ingin lebih bisa melihat dari dekat, dari kedua mataku yang sakit ini. Ini seperti nonton siaran TV, dari jauh kurang jelas tapi didekati mataku jadi berair, tapi tetap tidak tahu situasi yang sebenarnya karena TV ku hanya 21 inci. Seandainya aku bisa masuk ke dalam TV dan melihat-lihat situasi di sana. Aku mengusap-usap kaca mataku ini, dan inilah yang Allah berikan kepadaku kedua mata yang mampu untuk melihat dengan jelas dengan bantuan kaca mata. Aku harus bersyukur dari sini. Bahagiaku dengan bahagia mereka sangat berbeda. Tapi arti bahagia itu